Well apa kabar pengunjung, udah lama saya ga
nulis, tapi semua itu berubah sejak saya buka-buka komentar di Qerja dan ada
seorang mbak-mbak yang bikin saya termotivasi buat nulis. Jadi akan saya rangkum unek-unek saya disini.

Mengangkat
kisah politik saja, ketika melihat pilkada Jakarta. Tentu kita tahu banyak
orang yang merasa lurus dan benar mengatakan kafir, tidak akan mensholatkan
jenasah, pendukung penista agama,dll. Dengan nama agama dan berdasarkan kitab,
ada yang menyimpulkan kita tidak boleh memilih orang yang tak seagama meskipun
dia dapat dipercaya, lebih baik memilih orang seagama namun entah
kredibilitasnya seperti apa. Ehm jadi begini, bukankah kita ini sudah pada
dewasa, untuk menentukan pilihan kita. Bukankah kita ini diciptakan beragam,
lalu kenapa ada yang selalu merasa benar sendiri. Apakah menghormati konsep dan
keyakinan orang lain itu tidak perlu ?.
Pasti
dan pasti apa yang jadi konsep hidup kita adalah apa yang sudah kita pikirkan
dengan matang, meski nampak tidak sesuai bagi orang lain. Sekali lagi kita
memang berbeda-beda kan, mohon hormatilah apa yang dijadikan konsep oleh lain,
hargai mereka. Kita memang tidak sama, tapi tidak perlulah kita mencari
keributan untuk mengusung konsep siapa yang paling benar. Bagaimana jika kita
mengurus urusan kita masing-masing dan tidak perlu terlalu rempong dengan
urusan orang. Maksud saya bukan untuk melupakan kita makluk social, yah kita
makluk social tidak bisa hidup tanpa orang lain. Namun akan lebih indah jika
kita tau batas-batas yang baik dimana kita boleh masuk urusan, dan dimana cukup
kita tahu dan menghargai.
Ada
dua contoh yang ingin saya tuliskan dibawah, yaitu tentang seorang mbak-mbak
seperti yang saya bilang diawal tadi, dan seorang mas-mas yang saya amati
hobbynya sering dicampuri oleh orang lain yang tidak menyukain hobby tersebut.
Nama
FB nya “Sonia Fany Satria Achmad” , dia adalah seorang perempuan yang memiliki
konsep yang menurut saya intinya begini, “hidup ini ga melulu soal kawin, jadi
sukses dulu juga penting, dapatkan kualitas kehidupan yang baik dulu, jangan
hanya ingin hidup biasa saja”. Nah ceritanya mbak ini komentar di Fanspage
Qerja dengan pandangan dia, eh malah orang-orang yang mengangggapnya minor
mengeluarkan komentar-komentar yang berasa palig benar. But entah kenapa saya
setuju dengan pandangan dia, walau tak sampai 75%, sekarang kita tengok saja,
banyak dilingkungan anak-anak masih muda saatnya berkarya udah ditanya aja,
“Kapan Kawin ?”, “Eh umur lu udah pas itu buat kawin” , “Mau nikah umur berapa
lu, liat tu temen-temen lu udah pada nikah”, “Ga takut ketuaan lu ?’, dll deh.
Mengganggu ga sih dilontari pertanyaan seperti itu ?, pasti ya sebagai manusia
normal kita juga pingin membina keluarga, tapi yang tau ingin seperti apa
kehidupan kita nanti ya kita sendiri. Kan ada orang buru-buru nikah karena
tuntutan pasangan, ada yang karena emang udah siap walau diusia yang masih
muda, ada yang siap nikah karena muda-muda pengusaha,yah masih banyak alasan
lain. Mereka saja sah-sah saja dengan konsep mereka, mengapa kita yang memilih
nikah entar untuk sukses dulu dianggap aneh ?.
Memutuskan
suatu konsep kehidupan itu susah, ada pengorbanan juga, entah waktu, kehidupan,
kesenangan. So jika ada diantara kita yang menunda nikah demi kehidupan yang
ingin digapai, demi kemandirian dan kemakmuran dihari tua, itu fine. Orang yang
seperti mereka tidak suka menggantungkan diri atau membuat keluarga mereka
kerepotaan, tentunya ketika berkeluarga nanti mereka ingin bisa mencukupi
bahkan bisa menjadikan kehidupannya lebih dari cukup. Salahnya dimana, hargai
dong ini kan konsep dia.

Dari
dua cerita diatas, mereka masing-masing memiliki konsep kehidupan sendiri. Ada
alasan tersendiri dari setiap tindakan, walapun mereka menjelaskan pada anda,
akan tetap ada ketidakcocokan jika anda memaksakan konsep anda dengan mereka.
Kita tidak hidup untuk menuruti persepsi orang lain, kita adalah makluk yang
beragam. Saling menghargailailah kamu adalah kamu, dia adalah dia,mereka adalah
mereka dan aku adalah aku.
Puti Nagari
No comments:
Post a Comment